Senin, 06 Juni 2011

FASILITATOR & TEKNIK FASILITASI PARTISIPATIF


FASILITATOR
& TEKNIK FASILITASI PARTISIPATIF
By AB
A.      PENDAHULUAN
Menjadi fasilitator bukan sebuah pekerjaan yang ringan. Apalagi jika fasilitator yang dimaksudkan adalah fasilitator yang  mencoba mengajak komunitas dampingannya untuk mencapai kesadaran kritis atas kondisi yang dialami oleh komunitas dampingan. Dibutuhkan kemauan dan kemampuan dari fasilitator untuk terlebih dahulu “mendidik dirinya sendiri” memahami realitas sosial yang sedang dialaminya pada umumnya serta realitas sosial komunitas dampingannya pada khususnya. Hal diatas bukan untuk menakuti para fasilitator yang ingin terjun dalam pendampingan, semata-mata ditujukan untuk memberikan gambaran betapa “mulianya” peran dari fasilitator dalam mengajak komunitas dampingannya meletakkan kesadaran diri individu dalam komunitas atas realitas sosial yang sebenarnya dihadapi. Untuk mencapai peran di atas, ada beberapa hal yang harus dipahami oleh seorang fasilitator sebelum terjun langsung dalam sebuah komunitas.
Sering kita jumpai, di dalam sebuah forum resmi, pejabat setempat atau orang yang dianggap paling berpengaruh di pertemuaan itu menjadi pembicara di depan atau mendominasi pembicaraan dan seringkali seluruh orang yang hadir di hadapannya hanya mendengar. Sementara dalam pertemuan non formal (rembug warga, arisan, gotong royong, dsb), suasana perbincangan menjadi sangat hangat dan hampir semua orang terlibat dalam pembicaraan/diskusi.
Begitu pula dalam perkumpulan Posyandu, para ibu yang membawa balita untuk ditimbang dan di periksa oleh petugas PUSKESMAS, terlibat berbagai perbicangan mengenai berbagai penyakit yang muai diderita warga dikarenakan sulitnya air bersih dan ketiadaan sarana sanitasi yang memadai dilingkungannya. Tetapi ketika petugas PUSKESMAS menyampaikan penyuluhan kesehatan yang terkait dengan penyakit yang menimpa anak-anak dan balita, semua ibu itu kembali hanya menjadi pendengar saja. Meskipun ada beberapa yang berani menanyakan sesuatu kepada petugas tersebut.
Fasilitasi pastisipatif mebutuhkan pola komunikasi dan interaksi yang lebih lebih komplek dari pada apa yang diilustrasikan di atas, karena membangun komunikasi serta interaksi dialogis dan diskusi berbeda dengan mengobrol atau berbincang tanpa arah. Dalam prakteknya, seseorang fasilitator perlu keterampilan untuk mengoperasionalkan pola atau daur pembelajaran orang dewasa.
  1. Apa beda fasilitator dan trainer/ coach/ narasumber / peyuluh ?

Fasilitator membantu proses (interaksi, komunikasi, diskusi dan dialog) dan bersikap netral terhadap isi (apa yang dibicarakan/ diputuskan). Trainer/ coach/ narasumber memiliki kuasa dalam isi. Bagi fasilitator, isi adalah hak anggota kelompok/ organisasi. Pada akhir proses fasilitasi, fasilitator ingin memastikan bahwa semua anggota mengatakan ”Ya, inilah hasil kerja terbaik kami!”
Apabila Fasilitator menggunakan idiom komunikasi, maka daur atau proses di atas dapat digambarkan menjadi sebuah proses komunikasi partisipatif (komunikasi multi-arah). Pada intinya, baik daur pembelajaran partisipatif maupun proses komunikasi multiarah, membangun sebuah dialog di antara anggota masyarakat atau peserta belajar dalam sebuah hubungan kesetaraan. Tidak ada salah satu pihak yang dianggap menjadi sumber kebenaran atau memiliki otoritas terhadap menentukan baik dan benarnya suatu pemikiran yang digali dari realita kehidupan. Karena itu, beberapa konsep penting yang perlu dikenal fasilitator dalam menggunakan komunikasi sebagai pendekatan adalah: Persepsi (Citra Diri dan Citra Pihak Lain); Sikap-nilai; Sikap-perilaku; dan Pendapat (Opini). Beberapa istilah ini digunakan bagi seorang fasilitator untuk memahami cara membangun komunikasi yang efektif dan positif.


Skema 2; Komunikasi Partisipatif (multi arah)
*Teknik dasar fasilitasi partisipatif


A.     MENGALIHKAN PERAN FASILITATOR
Dalam bekerja sebagai fasilitator, pembelajaran dilakukan dalam berbagai bentuk kegiatan: pertemuan atau musyawarah lingkungan/desa/kelurahan, pengkajian bersama masyarakat (MPA PASH), rapat BPABS, rapat persiapan kegiatan, monitoring kegiatan, evaluasi program, dan sebagainya. Kegiatan memfasilitasi yang merupakan tugas paling rutin fasilitator adalah pendampingan atau pembelajaran bersama kelompok. Apa pun kegiatannya, proses fasilitasi yang dikembangkan fasilitator selalu berorientasi pada proses pembelajaran yang bertumpu pada peserta.
Kata fasilitator berasal dari bahasa latin “fasilis” yang artinya: mempermudah. Seperti yang disampaikan pada “Pendahuluan, seorang fasilitator bukanlah penyuluh atau juru penerang (jupen) yang merupakan petugas penyampai informasi dari lembaga formal (pemerintah). Fasilitator adalah orang yang bertugas mengelola proses dialog. Fasilitator ada untuk mendukung kegiatan belajar agar peserta bisa mencapai tujuan belajarnya. Fasilitator mendorong peserta untuk percaya diri dalam menyampaikan pengalaman dan pikirannya, mengajak peserta dominan untuk mendengarkan. Fasilitator memperkenalkan teknik-teknik komunikasi untuk mendorong partisipasi. Fasilitator menggunakan media yang cocok dengan kebutuhan peserta dan membantu proses belajar/komunikasi menjadi lebih efektif.
Apa jadinya kalau partisipan kurang mempercayai fasilitatornya? Kurang percaya di sini bukan karena tidak netral, tapi tidak percaya fasilitator bisa membawa proses ke tujuan yang diinginkan partisipan.
Pengalaman Lapangan Kecil menyimpulkan fasilitator akan berkeringkat lebih banyak. Dia kemudian jadi sangat instruktif karena tidak ada inisiatif kelompok yang dapat ditata. Akibatnya, tujuan sulit dicapai.
Menurut Justice dan Jamieson dalam the Facilitators’s Fieldbook (2006) ada 4 hal sederhana yang bisa mengurangi kepercayaan bila dilupakan, tapi sebaliknya, meningkatkan kepercayaan bila dilakukan. Empat hal itu adalah
  • Do say what you say you will do (Say-do congruency) – Kalau Anda mengatakan A, maka lakukan A
  • Withhold nothing (The whole truth) – Sampaikan semua data yang signifikan, tanpa ada yang ditahan atau sembunyikan
  • Disclose sources of data (Data attribution) – Sampaikan dari mana data itu berasal
  • Tell the truth-no interpretation (Accurate representation) – Sampaikan informasi seperti yang terjadi, hilangkan pendapat pribadi
Yang menarik, Justice dan Jamieson mencontohkan hal-hal kecil yang biasa terjadi dalam kerja fasilitasi yang bisa membangun atau menggoyang kepercayaan partisipan. Berikut contohnya.

Membangun
Menggoyang
Say-do congruency
Anda bilang sessi akan dimulai dalam 10 menit, dan kemudian Anda mulai tepat setelah 10  menit
Anda bilang sessi akan dimulai dalam 10 menit, setelah 10 menit kemudian Anda berkeliling mencari orang agar berkumpul
The whole truth
Ketika memperkenalkan kerja fasilitasi pada klien, Anda menyampaikan bahwa berdasarkan penelitian, hanya 1 dari 3 kerja kelompok besar yang berhasil
Anda menyampaikan bahwa fasilitasi Anda pasti berhasil
Data attribution
Dalam kerja fasilitasi, Anda menyampaikan pada partisipan siapa yang membuat struktur proses/ metode/ teknik yang akan dipraktikkan bersama (bisa kawan mereka juga)
Anda tidak menyampaikan karena khawatir orang tidak akan suka pada pembuatnya
Accurate representation
Menyampaikan dengan cara menyebutkan, “Pak ini mengatakan …”. “Ibu ini mengatakan demikian..”
Menyampaikan pendapat-pendapat tanpa menyebutkan siapa yang mengatakan dan menyampaikan pandangan pribadi terhadap pendapat-pendapat yang ada

...... Dari semua yang telah disampaikan di atas hal terpenting dari proses fasilitasi adalah “Keberhasilan dari sebuah proses fasilitasi, bukanlah bagaimana akhirnya fasilitator menjadi dekat dan terkenal, atau bukanlah pula diukur dari bahwa masyarakat dampingan sudah mendapatkan apa yang menjadi tujuan dari kegiatan fasilitasi, tetapi, keberhasilan dari sebuah proses fasilitasi adalah, sejauhmana masyarakat akhirnya mampu untuk mengambil peran yang lebih besar dari para sebelumnya, untuk memperjuangkan dan mewujudkan tujuannya sesuai dengan apa yang mereka miliki, upayakan, & kelola”, maka dalam prosesnya, semakin lama peran fasilitator ini harus dikurangi secara bertahap dan diserahkan kepada peserta/masyarakat. Hanya dengan mengurangi ‘dominasi’ fasilitator, proses pembelajaran bisa diambil alih oleh peserta/masyarakat. sehingga pembelajaran bisa berjalan sebagai inisiatif sendiri.

Skema 3; Pengalihan peran fasilitator
*Teknik dasar fasilitasi partisipatif


B.      MEMPERKENALKAN KETERAMPILAN FASILITASI



Tujuan :
Pada akhir sesi peserta, bisa menjelaskan mengapa fasilitasi penting dalam pengelolaan kegiatan berbasis partisipatif & bagaimana mempelajari teknik fasilitasi yang memadai
Bahan-Bahan :
ü  Flip chart
ü  Meta Plan
ü  Hand-out
Waktu :
     Menit
Tahapan :
1.      Perkenalkan sesi dengan menanyakan beberapa contoh keterampilan fasilitasi.
2.      Jelaskan bahwa kita akan bersama-sama mempraktekkan teknik fasilitasi, yang didahului dengan refleksi kenapa keterampilan fasilitasi penting dalam pengelolaan/fasilitatoran partisipatif
3.      Jelaskan tujuan teknik fasilitasi.
4.      Permainan peran beberapa teknik fasilitasi.
5.      Distribusikan Hand-out
Metode :
1.      Presentasi
2.      Brainstorming
3.      Group Diskusi
4.      Role Playing
Catatan :










Hand-Out - Fasilitasi dalam kegiatan partisipatif
 

Mengapa keterampilan fasilitasi dalam kegiatan partisipatif sangat penting ?
Hasil dari kegiatan partisipatif yang paing efektif didasarkan pada peran aktif dan masukan dari seluruh peserta. Ini mengandung arti bahwa sukses tidaknya sebuah kegiatan partisipatif atau hasil dari kegiatan tergantung dari kemampuan fasilitator untuk memperkirakan dinamika kelompok, kemampuan untuk mengambil resiko dan memberi tantangan kepada peserta, kemampuan untuk memahami gaya komunikasi peserta dan memaksimalkan penggunaan metode fasilitasi yang inovatif dan menyenangkan guna merangsang keterlibatan semua peserta secara terarah dan sesuai tujuan.

Apakah fasilitasi itu & apa yang perlu difasilitasi ?
Fasilitasi bisa digambarkan sebagi suatu proses yang secara sadar dilakukan untuk membantu satu kelompok agas sukses mencapai tujuan dan fungsinya sesuai dengan apa yang dicita-citakan atau diperjuangkan. Hal-hal yang perlu difasilitasi adalah :
ü  Prose belajar
ü  Proses-proses partisipasi, sharing dan dinamika kelompok

Bagaimana fasilitasi membantu proses partisipasi dan dinamika kelompok
Dalam proses ini hal yang paling penting adalah sejauh mana keterampilan seorang   fasilitator melakukan sebuah mendiagnosis. Seorang fasilitator hanya bisa menghindari atau menghilangkan masalah jika dia bisa mendiagnosis apa yang terjadi. Dalam diagnosis terkandung pemahaman tentang penyebab masalah yang diperoleh setelah mengobservasi atau memiliki data awal yang bersumber dari :
ü  Dalam kelompok, misalnya ; pola komunikasi sehari-hari, bahasa, dll
ü  Diluar kelompok, misalnya ; sejarah asal usul asyarakat, cara pandang, dll
Beberapa contoh yang bisa diungkap dari diagnose ini, antara lain :
Masalah
Kemungkinan Penyebab
Sebagian peserta berpartisipasi aktif dan sebagian yang lain diam/tidak berpartisipasi
Komunikasi yang gagal dari fasilitator
Adanya peserta yang mendominasi berdasarkan seks, pendidikan atau ketokohan. Dsb,
Peserta tetap pada pandangan yang saling bertentangan sehingga menghambat proses dan pengambilan keputusan
Adanya anggapan & pemahaman nilai yang berbeda dirasa jauh lebih penting ketimbang kesepakatan dan tugas kelompok.
Adanya pertentangan, konflik atau kepentingan yang belum terselesaikan antara individu yang terjadi sebelumnya. Dsb,
Adanya peserta yang mengabaikan atau tidak memperdulikan kontribus peserta lain
Adanya ego yang mendominsi.
Kurang adanya sensitifasilitatortas terhadap kebutuhan & atau masukan dari orang lain. Dsb,
Kelompok tidak bisa mengambil keputusan atau tidak ingin melaksanakan keputusan
Peserta tidak memiliki cukup informai dan keterampilan untuk melaksanakan keputusan guna peecahan masalah.Dsb,

Bagaimana fasilitasi membantu terjadinya proses sharing yang efektif dan prose pemahaman bersama ?
Dalam proses partisipatif yang memberikan peluang yang sama kepada seluruh perserta untuk menyampaikan pendapat, opini dan tanggapan, seringkali kita jumpai adanya ide-ide yang seringkali hanya seperti lewat dan kurang mendapat perhatian dari peserta lain aupun kita sebagai fasilitator, dan pula seringkali peserta aupun fasilitator terlihat bingung untuk menarik benang merah dari banyaknya ide yang dilontarkan untuk dipertajam pada pokok persoalan yang ingin diselesaikan.  Kenapa hal itu terjadi ?
Seringkali hal ini disebabkan karena ide yang disampaikan tidak diekspresikan dengan gaya komunikasi yang sulit untuk diterima, oleh karenanya pemilihan gaya komunikasi menjadi penting untuk terjadinya sharing yang efektif.
Tidak jarang dijumpai, ada kelmopok diskusi/ rembug warga yang pesertanya benar-benar ingin menyuarakan ide, gagasan baru dan menarik, namun karena dibatasi oleh kemampuan menyampaikan dan penerimaan gaya bahasa yang berbeda menyebabkan runag lingkup dan kekayaan informasi, gagasan, pengetahuan dan pegalaman hasil sharig menjadi terbatas.
Oleh karenanya, memahami kemungkinan ide dan gagasan yang muncul dari sebuah diskusi/rembug yang partisipatif beresiko banyak yang hilang maka fasilitator harus mampu memperluas batas gaya komunikasi yang bisa diterima, dengan menggunakan teknis komunikasi yang baik dan fleksibel seorang fasilitator bisa menjadi pendukung untuk kelompok yang seperti ini.
Contoh :
ü  Ketika seorang peserta seringkali mengulang-ulang perkataannya, maka fasilitator bisa membantu meringkas perkataannya tanpa merubah maksud dan inti gagasan yang disampaikan.
ü  Fasilitator bisa membantu mereka yang bicara terpatah-patah (gagap) dengan memperlambatnya dan menggali gagasan yang ingin disampaikan.
ü  Fasilitator bisa mengulang ide yang disampaikan oleh peserta yang malu dalam menyampaikan gagasan (bersuara pelan) dengan cara mengulang dan memberikan intonasi agar menjadi perhatian semua peserta, dsb..

Teknik Fasilitasi Dasar: 5W + 1 H
Berikut ini adalah panduan praktis untuk mengembangkan teknik memfasilitasi proses pembelajaran agar peserta berpartisipasi aktif. Teknik membangun proses ini sebenarnya sederhana, dan biasa disebut teknik 5W + 1H (what, who, when, where, why, and how atau apa, siapa, dimana, mengapa, dan bagaimana). Teknik dasar ini apabila digunakan secara tepat, akan menolong peserta untuk secara bertahap terlibat dalam kegiatan pembelajaran secara partisipatif.
Berikut ini adalah langkah-langkah penggunaan teknik dasar 5W + 1 H dalam memfasilitasi sesuai dengan daur pembelajaran di atas.

Menceritakan/Menguraikan
  • Fasilitator mengajukan pertanyaan APA (WHAT) terlebih dahulu, sehingga masyarakat bisa menceritakan pengalamannya.
  • Kemudian dilanjutkan dengan pertanyaan-pertanyaan yang bersifat menceritakan lainnya,, misalnya: KAPAN (WHEN) hal itu terjadi? DIMANA (WHERE) hal itu terjadi? SIAPA (WHO/WHOM) yang terlibat?.

Menjelaskan dan Menganalisis
  • Apabila diskusi mulai hidup dengan cerita-cerita peserta, fasilitator bisa melontarkan pertanyaan tentang proses: BAGAIMANA KEJADIAN ITU TERJADI? Ceritakan prosesnya secara runtut.
  • Setelah itu dilanjutkan dengan pertanyaan analitis: MENGAPA hal itu terjadi menurut Anda? Apakah Bapak/Ibu yang lain setuju tentang penyebabnya itu? Apakah akibatnya? Ceritakan alur sebabakibatnya secara jelas.
  • Fasilitator bisa mengembangkan berbagai cerita kejadian yang sama untuk membandingkan suatu peristiwa dengan melontarkan pertanyaan: apakah ada peserta lain yang mengalami kejadian sama? KAPAN? DIMANA? SIAPA? BAGAIMANA? MENGAPA? Sama seperti di atas, merupakan pertanyaan untuk menceritakan.

Menarik Kesimpulan
  • Meskipun kita sedang membahas suatu topik, biasanya akan selalu banyak aspek menarik yang terkait dengan topik tersebut dan menjadi diskusi yang berkembang (meluas). Fasilitator mengajak peserta mempersempit pembahasan pada beberapa hal paling penting/menarik dari topik tersebut dengan melontarkan pertanyaan: APA HAL-HAL PENTING/MENARIK yang muncul dari peristiwa/kejadian di atas? (Uraikan setiap hal menarik dalam beberapa kalimat lugas dan jelas).
  • Penugasan kasus ; bagilah peserta dalam kelompok masing-masing 3 orang, mintalah kelompok untuk buatlah analisa kejadian dengan prosedur 5W + 1H untuk kejadian “meninggalnya seorang anak karena terkena diare akut”
Skema 4; Contoh Penerapan 5W + 1 H
*Teknik dasar fasilitasi partisipatif

Pertanyaan di atas akan membantu peserta membuat kesimpulan mengenai suatu hal yang baginya penting/menarik dari suatu topic bahasan. Fasilitator melanjutkan pertanyaan sebagai berikut:

à   KESIMPULAN APA yang bisa kita tarik dari kejadian/peristiwa tadi?
(Rumuskan dalam bentuk kalimat lugas dan jelas). Setiap peserta boleh merumuskan kesimpulan dari sudut pandangnya masing- masing sehingga bisa saling melengkapi.

à   Menarik Pelajaran
Kemudian peserta diajak mengubah kesimpulan itu menjadi pelajaran-pelajaran (lesson learneds) atau tanggapan pribadi, dengan melontarkan pertanyaan sbb.: APA ARTI PENTING dari kejadian/peristiwa itu menurut Anda? Sampaikan pendapat pribadi masing-masing. Atau bisa pula ditanyakan APA PELAJARAN atau HIKMAH kejadian/peristiwa itu yang dapat Anda terapkan dalam kehidupan Anda ke depan? Sampaikan berdasarkan pendapat perorangan.

à   Mengembangkan Gagasan Penerapan
Kemudian peserta diajak merumuskan gagasan kongkrit: APA TINDAKAN yang bisa dilakukan untuk menerapkan pelajaran atau hikmah di atas? Sampaikan berdasarkan pendapat perorangan.  BAGAIMANA cara melakukannya? Uraikan menjadi langkah-langkah untuk mengkongkritkan gagasan tindakan di atas. Sampaikan berdasarkan pendapat perorangan.

Strategi Pembelajaran/Fasilitasi Partisipasi
Strategi pembelajaran adalah pendekatan yang digunakan agar tujuan dan materi belajar bisa tercapai. Setiap fasilitator dapat merancang proses pembelajarannya masing-masing, sesuai dengan profil dan karakteristik dari peserta belajarnya. Profil belajar peserta mencakup antara lain: tingkat pendidikan, kemampuan baca-tulis, latarbelakang sosial-ekonomi, matapencaharian, tingkat usia, jenis kelamin, dan sebagainya.
Tetapi, secara umum, strategi pembelajaran itu biasanya sebagai berikut:

Dari materi yang sederhana menuju ke yang Kompleks (rumit). Misalnya: menceritakan tentang pengelolaan kebun terlebih dahulu, baru mendiskusikan alur produksi dan pemasaran hasil pertanian; membicarakan suatu jenis tanaman, baru perencanaan kebun, dan akhirnya sistem wanatani, dan juga pengelolaan sumberdaya alam (hutan, sungai).

Skema 5; Materi sederhana ke koplek
*Teknik dasar fasilitasi partisipatif



Dari materi yang cukup dikenal ke materi yang sangat baru. Misalnya: mengajak masyarakat mendiskusikan kegiatan yang dilakukan pemerintah desa sehari-hari, baru menyampaikan dan mengajak diskusi tentang pemdes menurut perda pemerintahan desa yang baru terbit; mulai dari mendiskusikan tugas dan peran ibu dan bapak sehari-hari sampai memperkenalkan wacana jender dan kesetaraan hak.

Skema 6; Materi familier ke kotenporer
*Teknik dasar fasilitasi partisipatif


Dari materi yang mudah menuju ke yang sulit. Misalnya: Mengajak masyarakat belajar keterampilan praktis untuk kebutuhan keluarga, kemudian mendiskusikan pengembangannya sebagai usaha alternatif dengan melakukan analisis biaya usaha dan peluang pemasaran. Mulai dari diskusi kasus-kasus kesehatan ibu dan anak, sampai ke pembahasan kesehatan reproduktif dan pembahasan kebijakan yang belum mendukung hak perempuan mengenai kesehatan reproduktif.

Skema 7; Materi mudah ke yang sulit
*Teknik dasar fasilitasi partisipatif



Dari materi yang operasional, pengalaman praktis, realitasehari-hari, menuju ke yang abstrak, konsep, teori. Misalnya: mengajak masyarakat mendiskusikan suatu sengketa yang terjadi di desanya, kemudian ditarik ke konsep dan mekanisme penyelesaian sengketa, bahkan dikaitkan dengan adanya kebijakan mengenai penyelesaian sengketa secara adat.
Mengajak masyarakat mendiskusikan proses pemilihan kepala desa yang akan/sudah dilaksanakan sampai kepada wacana demokrasi desa.

Skema 8; Materi yang realistis, praktis  ke konsep ,teori & idiologis
*Teknik dasar fasilitasi partisipatif

Beberapa  sikap & keterampilan yang perlu dimiliki untuk menjadi fasilitator partisipatif yang efektif ?

  • Menyakinkan. Fasilitator harus benar-benar menguasai materi dan proses belajar yang dikelolanya karena fasilitator harus menentukan arah dan proses. Oleh karena itu selain persiapan yang baik fasilitator harus memiliki rencana alternative apabila rencana pertama tidak dapat dijalankan.


·         Bersikap terbuka. Fasilitator membangun suasana yang mendorong proses saling belajar dan bertukar gagasan dengan meebuat semua peserta merasa diterima dan dianggap penting. Faslitator juga harus mampu membangun kerjasama yang baik sehingga ada kepastian kontribusi dari setiap anggota. Fasilitator sendiri harus siap menerima perbedaan pendapat dan penh perhatian.

·         Fokus. Fasilitator akan mendorong setiap peserta untuk berbagi pengalaman. Resikonya, pembicaraan bisa melebar kemana-mana, maka fasilitator harus mampu menjaga agas diskusi tetap berada di jalurnya.
·         Menyadari keterbatasannya & orang lain. Fasilitator yang baik paham hal-hal apa saja yang bisa dicapai dalam satu kurun waktu, dan apa saja yang bisa dibahas dilain kesempatan. Juga paham gagasan apa yang bisa diterapkan dan gagasan apa yang tidak praktis.

·         Selalu belajar mengkalkulasi. Fasilitator selalu harus tahu berapa orang peserta yang berbcara dan berapa yang diam saja. Siapa orang yang engantuk, suka meninggalkan ruangan atau tidak memperhatikan lagi, dan fasilitator kemudian mencari jalan untuk mengatasinya.
·         Menggunakan Waktu secara efektif. Kadangkala karena pembicaran yang melebar atau karena idiilnya semua orang memiliki kesempatan untuk menyampaikan pendapat, waktu yang disediakan menjadi tidak cukup. Fasilitator harus pandai menjaga agar waktu yang tersedia dapat dimanfaatkan dengan baik. Hal ini membutuhkan subyektifasilitatortas fasilitator untuk emperhitungkan agar penggunaan waktu tidak terlalu kaku atau sebaliknya tidak terlalu bebas.
·         Kreatif. Fasilitator adalah seperti seorang seniman, yang mengembangkan berbagai unsur (dinamika kelompok,  menggunakan metode, penggunaan media) agar tercipta sebuah keharmonisan dalam proses belajar. Fasilitator adalah “seniman” yang berkreasi dalam menciptakan semangat dan motivasi belajar peserta.

·         Pandai membaca situasi. Fasilitator membangun suasana yang mendorong proses saling belajar dan bertukar gagasan dengan meebuat semua peserta merasa diterima dan dianggap penting. Faslitator juga harus mampu membangun kerjasama yang baik sehingga ada kepastian kontribusi dari setiap anggota. Fasilitator sendiri harus siap menerima perbedaan pendapat dan penh perhatian.

·         Menghormati & memberi penghargaan. Fasilitator perlu mengenali kontribusi seseorang dan kemudian menyatakan penghargaan. Selalulah berpandanngan positif terhadap semua peserta, menghargai pengetahuan, pengalaman, tradisi atau kepercayaan yang dianutnya.
·         Mengenali kekuatan & kelemahan priadi. Selalulah menganggap evaluasi belajar sebagai masukan untuk memperbaiki diri.Fasilitator harusnya juga mengenali keberhasilan dan ketidakberhasilan apa yang dicapai dalam kegiatan yang sudah dilaksanakan.

·         Memiliki kemampuan komunikasi dasar. Fasilitator hendaklah memiliki kemampuan menyimak dan mengamati secara aktif, bertanya, menguji, menciptakan dialog, mengungkapkan dengan cara lain, memberi umpan balik dan mengetahui waktu intervensi yang tepat.


·         Sensitif/Empati. Kemampuan mengamil pesan implisit; untuk melihat masalah melalui cara pandang peserta; untuk memahami perasaan, ide-ide dan nilai-nilai peserta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar